KEMATIAN
Apa Itu Kematian?
Yang dimaksud dengan al-maut (kematian) adalah terputusnya ketergantungan ruh dengan jasad dan berpisahnya antar keduanya. Sehingga, kondisinya akan berubah dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain (At-Tadzkirah, Al-Qurthubi, hal. 4). Sedangkan, Al-Azhari menyebutkan dari Al-Laits, ia berkata, “Al-Maut (kematian) itu lawan dari al-hayah (kehidupan). Dari kata inilah diambil istilah al-mayyitah.”
Hakikat Kematian
Di tengah masyarakat banyak menyebar pemahaman yang keliru dalam memahami hakikat kematian. Ada sebagian orang berpandangan, bahwa kematian itu sama artinya dengan kepunahan. Artinya, tidak ada pembangkitan dan pembalasan amal kebaikan dan keburukan. Ada sebagian orang berpandangan bahwa orang yang telah mati akan dibangkitkan, namun tidak lagi akan merasakan kenikmatan ataupun siksaan. Ada juga yang berpendapat, bahwa ruh seseorang akan tetap ada dan tidak akan musnah dengan kematian. Dalam pendangan mereka, yang musnah hanya jasadnya saja. Mereka juga berpandangan tidak ada pembangkitan. Semua praduga dan pendapat di atas keliru menurut kacamata Islam. Lantas, seperti apa hakikat kematian menurut Islam?
Menurut pemaparan Imam Al-Qurthubi di atas, dapat disimpilkan bahwa ruh akan tetap eksis setelah berpisah dengan jasad saat kematian. Dan, ruh tersebut akan kembali ke jasad untuk yang kedua kalinya saat di kubur untuk menjalani proses tanya jawab. Allah Ta’ala berfirman :
زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا ۚ قُلْ بَلَىٰ وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ ۚ وَذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: “Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. At-Taghabun : 7)
Perlu diketahui bahwa Allah Ta’ala menjadikan bagi manusia dua tempat kembali dan dua pembangkitan. Saat itulah orang yang berbuat dosa akan menerima balasannya dan orang yang berbuat baik akan mendapatkan balasannya. Pertama, saat perpisahan ruh dengan jasad dan tempat kembalinya adalah kubur, negeri pembalasan pertama. Kedua, saat Allah mengembalikan ruh ke jasad dan dibangkitkannya dari kubur untuk menuju surga atau neraka. Inilah yang dinamakan pembangkitan yang kedua. (Lihat kitab Ar-Ruh, Ibnul Qayyim, hal. 99)
Maka, hakikat kematian adalah berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain. Hingga, kita menetap di surga dengan berbagai kenikmatannya atau di neraka dengan berbagai bentuk siksaannya. Umar bin Abdul Aziz mengatakan,
إِنَّمَا خُلِقْتُمْ لِلْأَبَدِ ، وَلَكِنَّكُمْ تُنْقَلُونَ مِنْ دَارٍ إِلَى دَارٍ
“Sesungguhnya kalian diciptakan untuk selama–lamanya akan tetapi kalian berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain.”
Kematian adalah Kiamat Kecil
Setiap orang yang mati, maka telah datang kiamat kecil padanya. Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, “Orang-orang Arab badui datang menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka bertanya: Kapankah kiamat akan tiba? Lalu beliau memandang kepada orang yang paling muda di antara mereka dan bersabda, “Seandainya dia hidup, sebelum dia menjadi tua renta, maka kiamat kalian akan terjadi.” (Shahih Muslim No.5248)
Tidur adalah Kematian Kecil
Tidur adalah saudara kematian. Dalam arti, ada sisi-sisi kesamaan antara kematian dan tidur ini. Tidur disebut juga kematian kecil karena di dalamnya terdapat pengabungan antara kehidupan dan kematian. Maksudnya, di tengah proses tidur sebenarnya ruh sedang meninggalkan jasad. Sehingga, dalam kondisi demikian, tidur tersebut mirip dengan kematian.[1] Oleh karenanya, para ulama menyebutnya Al-Mautush Shughra. Sehingga, saat tidur seperti kematian, dan saat terbangun dari tidur ibarat pembangkitan. Allah Ta’ala berfirman,
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَىٰ أَجَلٌ مُسَمًّى ۖ ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Al-An’am : 60)
Berkaitan dengan ayat di atas, Ar-Rabi’ bin Anas menjelaskan, “Yaitu kematian saat tidur. Sebab, tidur adalah saudara kematian.”[2] Hal ini juga ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya,
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَىٰ عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَىٰ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. Az-Zumar : 42)
[1] Ahmad Syauqi Ibrahim, Misteri Tidur Menyingkap Keajaiban di Balik Kematian Kecil (Pustaka Al-Kautsar; Jakarta, 2007), hal. xix.
[2] Tafsir Al-Qurthubi, IV : 100, Al-Maktabah Asy-Syamilah.